Sekolah Islam Bintang Juara Terpilih Mengikuti Workshop Pembuatan Konten Media Sosial yang Edukatif bagi Guru dan Tenaga Kependidikan

By adminbj

Alhamdulillahirrobil’alamin, salah satu tenaga kependidikan Sekolah Islam Bintang Juara berhasil terpilih mengikuti Workshop Pembuatan Konten Media Sosial yang Edukatif bagi GTK. Bertempat di Hotel Lorin Solo selama tiga hari, Kamis – Sabtu, 29 – 31 Agustus 2024, Marita Ningtyas, tim media Sekolah Islam Bintang Juara terpilih menjadi peserta pada workshop tersebut.

Workshop Pembuatan Konten Media Sosial yang Edukatif itu diselenggarakan oleh BBGP (Balai Besar Guru Penggerak) Jawa Tengah. Tujuan diadakan workshop ini adalah untuk memfasilitasi para guru dan tenaga kependidikan di wilayah Jawa Tengah yang ingin mengembangkan kompetensinya sebagai kreator konten.

Marita Ningtyas, sebagai perwakilan dari Sekolah Islam Bintang Juara, mengaku bersyukur karena bisa menjadi salah satu dari 200 peserta yang terpilih. Ada kurang lebih 1300an GTK yang mendaftar, dan hanya 200 orang saja yang terpilih.

200 orang tersebut berasal dari 35 kota dan kabupaten di Jawa Tengah, baik dari sekolah negeri ataupun swasta. Peserta berasal dari jenjang KB sampai SMA. Ketua Panitia menyampaikan bahwa pemilihan peserta tidak hanya berdasarkan pengikut media sosialnya masing-masing, tetapi benar-benar dipilih secara acak dan diharapkan merata.

Beberapa peserta yang telah memiliki pengikut media sosial berlimpah terpilih agar dapat berbagi praktik baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Marita Ningtyas, sebagai peserta dari sekolah Islam terbaik di Semarang ini mendapat banyak insight sepanjang tiga hari pelatihan. Berikut ini beberapa catatan yang bisa ia bagikan.

Acara Pembukaan Workshop Pembuatan Konten Media Sosial yang Edukatif Penuh Inspirasi

Darmadi, S.Pd., M.Pd., selaku Kepala BBGP Jawa Tengah hadir untuk membuka langsung kegiatan ini. Dalam sambutannya, Pak Darmadi menyampaikan bahwa pentingnya untuk memberikan rasa pada setiap konten yang dibagikan di media sosial.


Sebagai seorang guru dan tenaga kependidikan, sebaiknya dalam membuat konten diperhatikan adab dan kualitasnya. Bukan sekadar untuk mencari engagement dan follower semata.
Pak Darmadi meyakini bahwa konten yang dibuat dengan hati, pasti akan menyentuh banyak hati. Jadikan follower dan engagement sebagai bonus dari ketekunan yang dijalani.


Kehadiran Pak Darmadi pada acara pembukaan workshop ini disambut dengan penuh semangat oleh para guru dan tenaga kependidikan. Usai acara pembukaan, terlihat banyak GTK yang antri untuk berfoto bersama Kepala BBGP Jawa Tengah tersebut.


Berbagi Praktik Baik dari Galih Sulistyaningra dan Ambar Nurul Ansari

Kegiatan hari pertama, setelah workshop resmi dibuka, kegiatan dilanjutkan dengan sesi berbagi praktik baik dari dua narasumber hebat yang bernama Galih Sulistyaningra dan Ambar Nurul Ansari.


Galih Sulistyaningra, merupakan guru ASN Sekolah Dasar Petojo Utara di Jakarta sekaligus peraih master dari Institute of Education University College London. Memiliki follower sebanyak 219ribu, Galih menceritakan awal mula mengapa akhirnya terjun sebagai guru kreator konten.


Di Balik Pembuatan Konten Kreatif Galih Sulistyaningra

A person starts to live where he can live outside himself. – Albert Einsten

Pepatah tersebut menjadi pembuka sesi berbagi praktik baiknya Galih. Pada tahun 2014, Galih pernah menjadi instruktur STEAM, lembaga di mana ia bekerja saat itu menjadi pelopor STEAM di Indonesia. Lembaga tersebut bekerjasama dengan berbagai sekolah internasional, dan sekolah-sekolah elit di Indonesia.


Pada saat itu, Galih muda ingin ilmu yang berharga ini tidak hanya dirasakan oleh sekolah-sekolah elit, tapi juga bisa dilakukan di sekolah negeri, ataupun sekolah swasta yang SPP-nya tidak semahal sekolah internasional.


“Saya gelisah karena ketimpangan dan disparitas kualitas pembelajaran yang saya saksikan” – Galih Sulistyaningra.


Galih saat itu berpikir untuk bisa menjadi pembuat kebijakan di ranah pendidikan, harapannnya kualitas pendidikan di Indonesia bisa merata. Tanpa memandang apakah itu sekolah swasta elit, sekolah swasta menengah ataupun sekolah negeri.


Dari situlah Galih mengajukan beasiswa LPDP yang masih berhubungan dengan pendidikan. Namun ternyata sepulangnya menyelesaikan S2 dari luar negeri, Galih menyadari bahwa ternyata tidak bisa mengubah dunia.


Galih menyadari bahwa ia ingin dan harus mempelajari lebih dalam tentang regulasi atau kebijakan pendidikan dari berbagai perspektif, sehingga mampu memahami bagaimana mengkonstektualisasikannya dengan kondisi geografis dan budaya Indonesia.


“Buat apa jadi pembuat kebijakan, kalau nggak pernah turun ke lapangan?” – Galih Sulistyaningra

Selama menjadi guru PNS di SD negeri, Galih menyadari ada berbagai hambatan yang ditemukan oleh pelaku pendidikan. Dari situ ia mengambil kesimpulan bahwasanya;


Mengubah potensi individu menjadi gerakan kolektif. Satu orang guru tidak dapat mengubah satu sekolah. – Galih Sulistyaningra.


Sebagai guru, apa yang bisa dikontrol? Ruang kelas dan konten edukatif. Dari sinilah Galih mulai berproses untuk membagikan konten-konten edukatif di media sosial.


Galih menggunakan media sosial diawali karena adanya kegelisahan, merasa sendiri, dan berharap bisa merangkul orang yang punya kegelisahan sama. Dalam konten-kontennya, Galih banyak menggunakan teknik storytelling.


Facts don’t persuade, but feelings do. And stories are the best way to get at those feelings. (Tom Asacker).


Galih menyebutkan bahwa dari pengalamannya konten explanasi biasanya akan mengundang lebih banyak komentar, tapi konten storytelling dengan durasi maksimal 15 detik bisa diputar ulang hingga mencapai jutaan penayangan.


Oleh karenanya, Galih menyarankan untuk lebih sering membuat konten dengan durasi pendek, tapi ditonton berkali-kali, sehingga algoritmanya dinaikkan terus oleh media sosial.


Galih menyampaikan kepada 200 peserta Workshop Pembuatan Konten Media Sosial yang Edukatif, agar memberi sentuhan rasa pada setiap konten untuk menyentuh audiens. Masukkan rasa tersebut ke dalam hook, isi cerita dan CTA (Call to Action)-nya.


Galih juga menyampaikan bahwa platform yang dipilih untuk berbagi konten sejatinya adalah portfolio diri. Bagaimanakah kita ingin dikenal oleh orang lain?


Dengan berbagi praktik baik melalui beragam platform di medsos, kita bisa memiiliki otonomi, kompetensi, dan keterhubungan. Sebelum memulainya, Galih menyampaikan penting bagi masing-masing individu untuk menemukan tujuan/ big why mengapa ia berbagi melalui konten, lalu menentukan apa target yang diharapkan.


Beberapa tujuan dibuatnya konten media sosial yang edukatif di antaranya untuk memengaruhi, memotivasi, mendorong dan menginspirasi audiens untuk melakukan sebuah aksi-aksi kebaikan.
Galih juga menyampaikan agar para peserta untuk mengenali personanya masing-masing sebelum memulai membangun platform. Selanjutnya adalah menentukan content pillar:

  • Educate: praktik baik, fokus pada inquiry, tips and trick terkait pendidikan dan pengasuhan
  • Entertain: konten keluarga bersama pasangan dan anak, tapi di dalamnya tetap ada moral story
  • Promote: ajakan untuk melakukan sesuatu atau merefleksi, berpikir, dan mengajak audiens untuk terlibat campaign
  • Inspire: storytelling tentang perjalanan beasiswa, misalnya, atau tentang cerita inspiratif di kelas

Dalam paparannya, Galih juga menyampaikan tentang pentingnya membuat storyline sebelum membuat konten. Pastikan juga untuk memberikan hook di 5 detik pertama agar audiens tertarik dan mau melihat video hingga akhir.


Hal tak kalah penting adalah guru konten kreator perlu memperhatikan hak anak. Dalam konvensi PBB dan UU No 35 tahun 2014, telah ditetapkan batasan privasi murid dalam unggahan media sosial.


Anak usia 0-18 tahun perlu didengarkan suaranya, dilindungi haknya terhadap penyebarluasan identitas, dan punya otoritas terhadap tubuhnya. Di sinilah pentingnya ada informed consent kepada orang tua, apakah diizinkan apabila anak-anaknya tersorot kamera dan tampil di media sosial.


Galih juga menyampaikan bahwa dalam membuat konten yang “tidak Biasa”, kita perlu melatih kemampuan Lateral Thinking. Yaitu sebuah teknik berpikir dengan cara menemukan banyak solusi dibandingkan sebelumnya.


Galih membeberkan data dari sebuah penelitian bahwasanya sebagian besar sekolah di Indonesia tidak mengajak murid belajar, schooling but not learning. Sekolah di Indonesia lebih banyak yang fokus pada hafalan, dan soal yang ada di buku paket. Namun jarang ada sekolah yang membiarkan anak beropini dengan argumen, dan penelitian yang kuat.


Alhamdulillah apa yang disampaikan oleh Galih Sulistyaningra ini insyaAllah tidak ditemukan di PAUD dan SD Islam Bintang Juara, Ayah Bunda. Seluruh program yang dirancang oleh tim kurikulum Sekolah Islam Bintang Juara selalu berorientasi pada murid, dan project based learning.

Kehadiran Galih Sulistyaningra di tengah-tengah 200 peserta workshop menggaungkan semangat tersendiri. Beberapa peserta mengangkat tangan untuk mengajukan berbagai pertanyaan. Salah satunya tentang cara membangu kedekatan emosional dengan murid.


Galih menyampaikan bahwa caranya membangun kedekatan emosional dengan murid adalah dengan duduk melingkar di awal pelajaran, lalu saling cerita satu sama lain tentang dirinya masing-masing, dan juga membuat kesepakatan kelas.


Nah, hal yang disebutkan oleh Galih telah dijalankan oleh Sekolah Islam Bintang Juara. Di sekolah ini kegiatannya dinamai dengan Morning Circle. Kakak shalih-shalihah duduk melingkar, lalu membuat jurnal pagi. Ada yang membuat jurnal pagi melalui gambar dan menulis cerita. Setelahnya, jurnal itu diceritakan secara lisan di depan guru dan teman-teman sekelas.


Galih juga menyampaikan agar nasehat bisa sampai hingga ke hati anak, ada tekniknya, yaitu menasehati anak bukan sekadar dengan kata, tapi dengan tindakan. Sering juga disebut dengan Walk the talk, atau kalau orang Jawa sering menyebutkan “isa ujar kudu isa nglakoni.”

galeri workshop pembuatan konten medsos yang edukatif


Kebijakan dan Program Nasional Merdeka Belajar


Narasumber berbagi praktik baik berikutnya adalah Ambar Nurul Ansari, yang merupakan kepala pengelolaan data guru dan GTK di Kemdikbudristek RI. Ambar hadir untuk memberikan pemahaman tentang kebijakan/program nasional Merdeka Belajar.


Salah satu yang disampaikan oleh Ambar adalah keputusan terbaru tentang pendaftaran PPPK di kalangan sekolah swasta. Guru dan tenaga kependidikan yang sudah terikat dengan sekolah swasta dan ingin mendaftar PPPK diwajibkan untuk menyerahkan surat izin tertulis bahwa pendaftaran dirinya melalui izin Ketua Yayasan.


Kebijakan terbaru ini diambil dikarenakan banyaknya Ketua Yayasan dan pengelola sekolah swasta di Indonesia yang mengeluhkan guru dan tenaga kependidikannya banyak yang keluar karena diterima PPPK. Alhamdulillah dengan kebijakan baru ini, semoga menjadi angin segar bagi pengelola sekolah swasta untuk bisa mempertahankan para guru dan tenaga kependidikannya.


Demikian catatan singkat hari pertama Workshop Pembuatan Konten Media Sosial yang Edukatif bagi guru dan tenaga pendidikan yang diikuti oleh Marita Ningtyas sebagai perwakilan Sekolah Islam Bintang Juara. Pada hari kedua, workshop lebih banyak membahas hal teknis dan praktik membuat konten media sosial.


Adakah Ayah Bunda yang tertarik untuk membaca catatan belajar pada workshop hari kedua? Jika ada, ditunggu komentarnya ya.***

Leave a Comment